Masalah percintaan seperti kebucinan dan kegalauan pada anak terutama remaja sebaiknya tak boleh dianggap sebagai persoalan yang sepele. Pasalnya fenomena kebucinan dan kegalauan dalam kisah percintaan terhadap lawan jenis kerap dan normal terjadi pada anak atau remaja baik laki-laki maupun perempuan yang memasuki masa pubertas.
Umumnya masa pubertas pada perempuan terjadi pada usia 8-13 tahun dan laki-laki pada usia 9-15 tahun atau menurut WHO masa pubertas terjadi pada rentang usia 10-19 tahun (masa remaja awal: 10-13 tahun, masa remaja tengah: 14-16 tahun dan masa remaja akhir: 17-19 tahun). Sehingga tak ayal diusia itu anak-anak kerap dilanda kebucinan dan kegalauan dalam hal percintaan.
Hal itu dikarenakan pada masa pubertas terjadi peningkatan hormon seksual dan reproduksi baik yang dialami oleh anak laki-laki maupun perempuan. Terlebih masa remaja adalah masa di mana anak memiliki rasa penasaran yang tinggi, terutama mengenai perasaan terhadap lawan jenis disekitarnya (dikutip dari Hello Sehat).
Maka dari itu, perlu adanya perhatian yang lebih dari orang tua dalam memahami kondisi maupun perubahan yang dialami oleh anak di masa pubertas agar terhindar dari hal-hal maupun perbuatan yang dapat merugikan dirinya sendiri maupun orang lain.
Berikut cara yang bisa Bapak lakukan bersama ibu dan anggota keluarga yang lain dalam menghadapi kisah percintaan pada anak-anak (remaja):
1. Bangun komunikasi keluarga yang hangat dan terbuka tanpa menghakimi
Dengarkan pendapat anak dengan baik tanpa penghakiman secara langsung dan berikan pandangan yang membangun (positif) sehingga anak dapat terbuka dalam menyampaikan perasaan maupun hal-hal yang dialaminya.
Terutama dalam hal ini ajak dan doronglah anak untuk terbuka dalam membahas persoalan percintaan yang mereka alami. Mengingat di usia-usia remaja tersebut ego anak masih cenderung tinggi dan rasa ingin tahu anak terkait lawan jenis cukup tinggi. Maka dengan demikian, orang tua tak perlu risau secara berlebihan dalam mengawasi anak karena anak secara sendirinya mau bercerita kepada orang tua.
2. Berikan pemahaman ulang terkait edukasi seks termasuk (kesehatan reproduksi)
Ini penting untuk didiskusikan kembali dengan anak-anak meski sebelumnya sudah pernah dibahas bersama.
Terlebih saat ini, di tengah keterbukaan akses akan situs-situs pornografi yang sangat tinggi dan paparan tontonan diberbagai media yang banyak memperlihatkan hal-hal yang menyimpang. Namun berpotensi menjadi hal yang lazim karena kerap diproduksi dan dipraktikkan oleh banyak orang misalnya seperti adegan berpelukan dengan lawan jenis, berciuman maupun berhubungan badan yang kerap ditampilkan diberbagai media yang dapat dengan mudah diakses oleh siapa saja.
Menurut Parent Further dari The Asian Parent topik kesehatan reproduksi dapat diberikan kepada anak pada usia 10-15 tahun dengan mengangkat topik-topik sederhana seperti bergandengan tangan, berpelukan, berciuman hingga persoalan berbau seksual. Diskusi yang bisa diangkat bisa dikaitkan dengan persoalan-persoalan yang kerap dialami oleh remaja misalnya tentang menjalin hubungan dengan lawan jenis (berpacaran), hal-hal apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan, mana tindakan yang berpotensi menimbulkan pelecehan atau kekerasan seksual dan sebagainya agar anak menjadi lebih mawas diri serta tidak menjadi korban maupun pelaku.
3. Berikan pemahaman akan bahaya atau risiko dari perbuatan yang menyimpang
Masa pubertas merupakan masa peralihan dari remaja menuju dewasa (secara seksual) memang masa itu tidaklah mudah untuk dihadapi, gejolak atau rasa penasaran terhadap lawan jenis kerap menghampiri remaja diusia itu.
Selain memberikan edukasi tentang seksualitas maka perlu pula mengkaitkannya dengan persoalan-persoalan sosial yang sering dialami remaja beserta konsekuensi ataupun risiko baik dan buruk yang dapat terjadi sehingga anak-anak bisa lebih memahami dampak apa saja yang dapat ditimbulkan dari perbuatannya.
4. Menjaga privasi anak
Hal ini sangat penting terutama dalam menjaga kepercayaan seorang anak. Mengingat seiring bertambahnya usia, anak tentu semakin menyadari batasan privasinya.
Maka demikian, nampaknya orang tua harus menahan diri dari rasa ingin tahu yang berlebihan agar kepercayaan anak tetap terjaga. Di samping itu, iklim komunikasi yang terbuka dalam keluarga juga harus tetap dipupuk.
5. Mengetahui lingkungan sosial (pertemanan anak) dan mengenal teman-temannya
Hal ini akan membuat orang tua tahu di lingkungan sosial seperti apa anak berada ketika di luar rumah, apakah berdampak positif bagi anak atau tidak dan sebagainya.
6. Perkuat pengetahuan dan pemahaman anak terkait ilmu agama, norma sosial, dan olah diri serta tanggung jawab
Hal ini penting untuk meningkatkan kapasitas diri seorang anak agar mampu mengendalikan diri dan menjadi landasan serta benteng dalam berperilaku.
7. Menjadi teladan yang baik bagi anak
Tidak melulu melalui lisan saja pemberian pemahaman kepada anak juga lebih efektif melalui tindakan percontohan dari kedua orang tua.
Itulah 7 hal yang perlu dipahami bapak terutama kedua orang tua terhadap anak-anak di masa pubertas agar terhindar dari berbagai hal yang dapat merugikan dirinya sendiri maupun orang lain.
Tetap semangat Bapak, semoga kita semua bisa menjadi orang tua yang baik dan bertanggungjawab penuh dalam menemani tumbuh kembang anak-anak baik secara fisik, mental maupun pengetahuan.***