Ketika kehidupan seseorang berakhir, maka muncullah sebuah pengalaman baru bagi mereka yang ditinggalkan. Setidaknya itulah yang saya rasakan tiga tahun lalu, saat almarhum ayah saya berpulang. Kepergian beliau yang begitu mendadak bukan hanya membuat keluarga saya berduka, namun juga mengajarkan hal baru buat saya, yakni mengurus jenazah beliau yang hendak dimakamkan di kampung halamannya di Aceh.
Ini adalah pengalaman saya mengurus serta mengantarkan jenazah beliau dari Bogor ke Aceh dengan menggunakan pesawat Garuda Indonesia. Berhubung ini pengalaman saya tiga tahun lalu, saya sangat merekomendasikan Bapak/Ibu untuk menghubungi pihak maskapai untuk mengonfirmasi kembali syarat dan ketentuan saat ini.
Semoga pengalaman saya ini dapat membantu Bapak/Ibu yang sekiranya membutuhkan gambaran prosesnya.
Dokumen yang harus disiapkan
Ayah saya meninggal di rumah sakit dan saat itu kondisi Covid-19 sedang parah. Secara umum, ada beberapa dokumen yang wajib disiapkan sebelum mengurus pengiriman jenazah, yaitu:
- Surat keterangan dari rumah sakit
Waktu itu saya menyiapkan surat kematian, surat rekam medis, dan surat keterangan bebas Covid-19. Baiknya simpan semua dokumen dari rumah sakit (dari hasil rontgen sampai kuitansi pembayaran saya simpan) ditaruh di satu file supaya gampang nyarinya. - Surat keterangan pengawetan jenazah
Surat ini didapatkan setelah jenazah diawetkan (disuntik dengan formalin). Praktik ini umum dilakukan untuk pengiriman jenazah dan dilakukan oleh profesional, baik di rumah sakit ataupun dipanggil ke rumah. Formalin disuntikkan dari area kaki jenazah. Saran saya, Bapak/Ibu nggak perlu lihat prosesnya kalau ngga tega melihat orang yang Bapak/Ibu sayangi disuntik. - Tiket untuk pendamping jenazah
Ada empat orang yang mengantar jenazah ayah saya saat itu. Menurut saya, baiknya pemesanan tiket untuk pengantar disatuin aja Pak/Bu karena pemesanan kargo harus menyertakan bukti pemesanan tiket. Selain itu juga supaya kita ngga terpisah dengan jenazah. - Fotokopi KTP jenazah dan pendamping
Selain fotokopi KTP pendamping jenazah, saya juga menyiapkan KTP asli dan fotokopi KTP jenazah, just in case dibutuhkan data almarhum untuk administrasi sepanjang prosesnya.
Proses pengurusan
Ayah saya meninggal ba'da Zuhur dan disemayamkan di rumah sembari saya mengurus dokumen kematian dan penerbangan jenazah. Menurut saya, proses persiapan inilah yang paling intens karena saya harus tetap rasional, sat-set, dan berkordinasi dengan banyak pihak demi kelancaran keberangkatan meskipun kondisi saya sedang sedih bukan main.
- Memesan peti jenazah
Hal pertama yang saya lakukan adalah memesan peti jenazah. Saya dibantu oleh pihak rumah duka dari rumah sakit untuk memesan peti jenazah yang sesuai standar kargo pesawat dengan kapasitas maksimal 200 kilogram. Saya pesan sore, malamnya peti jenazah tiba di rumah. - Suntik formalin
Saya juga dibantu oleh pihak rumah duka yang mengontak profesional untuk melakukan suntik formalin jenazah di rumah. Proses penyuntikannya sendiri tidak terlalu lama. Kafan jenazah disingkap sedikit untuk penyuntikan lantas dirapikan kembali dan dikemas ke dalam peti. - Mengantar jenazah ke layanan kargo
Saya ambil pesawat paling pagi jam 07.30, jadi sebelum Subuh kami sudah berangkat bersama ambulance untuk menuju Cargo Service Center (CSC) Garuda Indonesia yang berada di Terminal Cargo Bandara Lot 15-16 Cengkareng. Di sini, prosesnya adalah pendaftaran, penimbangan, wrapping, dan pembayaran kargo. Jangan lupa siapkan dokumennya. Sedikit tips dari ordal, abaikan saja jika Bapak/Ibu ketemu calo di lokasi karena prosesnya bisa dilakukan sendiri. - Mengurus dokumen karantina
Saya juga harus mengurus dokumen karantina di Kantor Kesehatan Pelabuhan yang lokasinya nggak jauh dari terminal kargo. Di sana, kelengkapan dokumen jenazah akan dicek. Setelahnya, kita bisa kembali lagi ke terminal kargo untuk mengonfirmasi bahwa dokumen karantina sudah lengkap dan peti jenazah akan diantar ke pesawat dengan ambulance Golden Gate. - Menjemput jenazah di bandara tujuan
Ada baiknya jika kita berkordinasi dengan kerabat di kota tujuan untuk menjemput jenazah. Hal ini untuk mengantisipasi jika bagasi keluarnya lama sehingga penjemputan jenazah bisa berjalan dengan mulus tanpa harus menunggu.
Satu hal yang perlu diantisipasi adalah konsentrasi selama proses dan perjalanan Bapak/Ibu. Di tengah kesedihan, kita harus tetap awas dan teliti, jangan sampai salah atau celaka selama perjalanan. Menangislah, makanlah, istirahatlah saat di pesawat Bapak/Ibu karena kondisi fisik juga harus dijaga agar setibanya di kota tujuan kita bisa melanjutkan perjalanan hingga ke rumah terakhir almarhum/ah yang kita sayangi.
Biaya-biaya
Tentu kita harus menyiapkan biaya lebih untuk mengantarkan jenazah ke luar kota dengan pesawat. Berikut adalah estimasi biaya yang saya keluarkan tiga tahun lalu untuk mengantar jenazah ayah saya:
- Biaya tiket pesawat untuk pendamping jenazah: Rp 9.800.000
- Peti jenazah: Rp 7.800.000
- Suntik formalin: sekitar Rp 3.700.000
- Ambulance ke bandara: Rp 1.300.000
- Biaya administrasi karantina: Rp 10.000
- Biaya kargo pengiriman jenazah: biaya per kilogram berbeda-beda untuk setiap kota tujuan, waktu itu saya kena Rp 61.200 per kilogram, jadi habis sekitar Rp 8 jutaan (maaf saya lupa). Tapi ada pilihan biaya non timbang sekitar Rp 12.240.000 untuk 200 kilogram.
- Biaya Golden Gate (ambulance dari terminal kargo ke pesawat dan wrapping peti): Rp 550.000
Totalnya sekitar Rp 20 jutaan biaya yang dibutuhkan untuk mengantar jenazah dengan pesawat kargo lokal. Biaya yang tidak sedikit memang, namun saya beruntung dikaruniai keluarga yang rela berkorban demi meringankan langkah kami untuk mengantarkan almarhum ayah saya ke peristirahatan terakhirnya, di tempat beliau tumbuh dewasa.
Sekali lagi, tulisan ini merupakan pengalaman saya tiga tahun lalu. Namun, saya berharap jika ada di antara kita atau kerabat kita yang harus menjalaninya, tulisan ini dapat menjadi pengingat bahwa hal ini pun dapat kita hadapi dengan tegar, meskipun berat sekali rasanya.
Semoga sharing saya ini memberikat manfaat bagi Bapak/Ibu yang membacanya. Hehehe.