Bapak percaya gak sih kalo kebahagiaan itu kayak ngelihat segelas air seperti di gambar? Kebanyakan orang kalau ditanya begitu pada mengernyitkan dahi sambil berpikir di dalam benak “Heran, gimana ceritanye kebahagiaan nyambung sama segelas air? ngarang aja nih orang pasti mah”, eits jangan di-judge dulu pak ayok kita bedah satu persatu biar tahu gimana dan kenapa.
Apa sih kebahagiaan itu pak?
Kebahagiaan seringnya gampang banget buat dirasain tapi susah buat dipahat dalam lisan dan kata-kata. Kalo pas lagi bahagia ya senang, pas lagi gak bahagia bisa jadi sedih, marah, atau bahkan mungkin biasa aja. Yap, bahagia merupakan salah satu bagian dari emosi manusia yang paling “most wanted” dalam hidup. Kata kuncinya adalah “most wanted” atau “paling dicari”, emang ada di mana sih kok perlu dicari? Nah, sekarang sadar maupun gak sadar kebahagiaan yang kita rasakan adalah tentang mencari titik pemenuhan ekspektasi, jelas ya ini yang dicari, rumusnya ketika kenyataan ketemu atau diatas standar ekspektasi yang bapak miliki maka bapak akan cenderung merasa bahagia. Kenyataan dan ekspektasi akan saling mencari hingga bapak menemukan kebahagiaan, maka dari itu ada tipe bahagia dimana kita menaikkan kenyataan kita agar bertemu dengan standar ekspektasi yang ada di atas atau tipe dimana kita menurunkan ekspektasi kita biar kenyataan gak ketinggalan di bawah. Mana yang lebih baik? Gak ada pak, dua-duanya sama-sama baik tergantung pilihan dan kondisi kita masing-masing, mereka hanyalah dua versi berbeda tapi satu inti yang sama.
Memandang kebahagiaan dalam segelas air
Dalam lamunan sore bersama gorengan dan segelas air (karena saya kehabisan kopi), saya menemukan insight bahwa ternyata kebahagiaan gak sekedar tentang kejar-kejaran ekspektasi dan kenyataan semata, ada cara lebih dalam memaknai kebahagiaan berdasarkan tindakan yang kita ambil pada kondisi-kondisi kita dalam hidup, ya tindakan pak “we are the most responsible person to our own happiness, and it can be gain by our right action on certain condition”. Mengejutkannya hal yang menginspirasi ide cemerlang ini berasal dari segelas air yang tinggal separo di bawah lembutnya sinar matahari sore, saya mengangkat dan memperhatikan gelas saya dengan seksama (tanpa sadar dilihatin oleh tetangga yang mengira saya orang udik yang gak pernah lihat gelas). Segelas air yang tinggal separo ini sejatinya seperti hidup kita, ada bagian dimana dia terisi dan ada bagian dimana dia kosong. Bagian yang isi layaknya hal-hal yang kita saat ini miliki dalam hidup misalnya kesehatan, harta, koneksi internet dsb. Sedangkan bagian kosong layaknya hal-hal yang belum atau tidak kita miliki dalam hidup bisa seperti mobil, jalan-jalan ke luar negeri, dsb. Uniknya bagian isi dan bagian kosong tiap orang bisa berbeda-beda dan ada kalanya isi air dalam gelas kita bisa bertambah dan bisa berkurang persis seperti dinamika dalam hidup. Terkadang kita sakit, maka isi gelas kita berkurang atau terkadang dapat bonus pendapatan serasa isi gelas kita naik.
Oke, menjawab pertanyaan kita di awal, kebahagiaan adalah seperti melihat segelas air, kita lihat sisi yang terisi dan bersyukur untuk itu baik isiannya bertambah maupun berkurang, kemudian kita melihat sisi yang kosong dan berpikir apakah bisa kita isi? Jika iya maka ayo kita usahakan, tapi jika tidak atau memang sisi kosong itu memang tidak dimaksudkan untuk kembali terisi maka kita berusaha terima dan berpasrah pada-Nya. Ingat pak gak mentang-mentang semua yang kosong langsung pasrah-pasrah aja, kalau memang bisa kita usahakan untuk terisi maka usahakanlah untuk terisi.
Nah udah paham kan pak, jadi sudah kah hari ini bapak bersyukur dengan bagian yang terisi? Dan sudah tahu kah apa yang perlu bapak lakukan pada bagian yang kosong?